Politisasi Agama dan Polemik Ulama Berpolitik


Lirilir.id,- Menurut pandangan Gus Sholah (KH. Salahuddin Wahid),  politisasi agama adalah penggunaan ajaran agama, dalam ajaran Islam yaitu ada Al Quran dan Hadis, untuk tujuan politik. Politisasi di Indonesia telah berjalan sejak awal kemerdekaan. Dampak negatif maupun positif telah kita ketahui. Dampak negatifnya seperti yang kita lihat tekait Pilgub DKI 2017. Lalu, apakah semua penggunaan ajaran agama untuk politik itu negatif dan karena itu harus dilarang?

Mari kita lihat apa yang terjadi di dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. Resolusi jihad adalah politisasi agama yang pertama dan jelas-jelas diperlukan untuk dapat mempertahankan keberadaan NKRI dalam perang melawan tentara sekutu. Saat itu, semangat keindonesiaan belum merasuk ke dalam jiwa warga, masih di bawah semangat jihad untuk membela agama Islam.



Pada akhir tahun 1970-an, pemerintah memulai program Keluarga Berencana (KB). Program ini pada awalnya tidak diterima oleh masyarakat luas. Lalu para tokoh pemerintah sowan ke KH. Bisri Syansuri sebagai Rais Am Syuriah PBNU. Setelah itu, program KB mendapat dukungan para ulama NU dan ulama-ulama ormas lain dengan memberi pengarahan bagaimana cara supaya program KB berhasil tetapi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Kalau program KB tidak berhasil, maka jumlah penduduk Indonesia saat ini, yang saat ini berjumlah sekitar 265 juta, bisa mencapai angka sekitar 400 juta. Bayangkan, beban bangsa dan negara kalau penduduk kita mencapai 400 juta. Penduduk pulau Jawa kalau tidak ada KB hampir dua kali lipat dari jumlah yang sekarang mungkin sekitar 250 juta.

Politisasi agama dalam resolusi jihad dan program KB adalah politisasi agama yang bermanfaat, sehingga tidak perlu dilarang bahkan dianjurkan. Politisasi agama dalam resolusi jihad dan program KB itu adalah politik kebangsaan dan bukan politik kekuasaan ataupun politik praktis. Bisa kita jelaskan bahwa politisasi agama yang dilarang ialah yang membawa dampak negatif dan umumnya bersifat politik praktis, bersifat kekuasaan, yang juga perlu diperhatikan ialah cara dan bahasa yang dipakai dalam menyampaikan pesan dan tempat di mana pesan itu disampaikan.

Lalu bagaimana dengan polemik ulama berpolitik ?

Dalam sejarah kebangsaan banyak juga para ulama yang terjun menjadi politisi atau menjabat jabatan tertentu dalam pemerintahan. Contoh termashur adalah Gus Dur yang mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus menjadi Presiden Indonesia ke- 5. Begitu juga dengan KH. Maemun Zubair yang menjadi Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga beberapa putranya yang menjadi ketua DPRD dan Wakil Gubernur Jawa Tengah.

Sebagai sesama warga bangsa tentu saja para ulama ini mempunyai kedudukan yang sama sebagai warga negara negara yang juga berhak untuk memilih dan dipilih, hanya saja ada semacam pandangan "miring" dari sebagian masyarakat yang berpendapat tidak seharusnya ulama terjun ke dunia politik. Mereka beranggapan dunia politik adalah dunia yang sarat tipu muslihat untuk meraih kekuasaan, sehingga sebaiknya para ulama yang mengerti hukum agama tidak ikut-ikutan masuk dunia tersebut.

Namun pendapat seperti ini ditepis oleh Gus Baha', menurut pakar fikih Nahdhatul Ulama ini ulama yang berpolitik adalah bentuk peran ulama dalam berhidmah kepada negara.

"Kita tidak perlu mempertentangkan ulama dengan umaro, toh nabi juga ada yang menjadi raja seperti nabi Daud dan Sulaiman" Katanya dalam sebuah acara haul mbah Maemun belum lama ini.

Lebih lanjut gus Baha menyatakan jika kita mengharamkan politik yang terjadi kemudian adalah dunia politik diisi oleh orang-orang yang tidak mengenal hukum Allah. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah kita mau dipimpin oleh orang-orang fasik ?. 


Demikian pandangan seputar politisasi agama dan polemik ulama berpolitik. Poltik hanyalah alat, atau senjata. Bisa digunakan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, berhidmah kepada ummat atau tujuan-tujuan sesaat sekedar menuruti nafsu berkuasa, tentu tergantung manusia pengguna alat tersebut.#


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama