Mengimami Calon Istri itu Keren, Tapi…

Ilustrasi, Wartabangka.com

Sore itu saya, mas Zikrun, dan kang Rahman nongkrong di warung kopi sambil dengerin ceritanya mas Zikrun yang katanya baru aja selesai lamaran.

“alhamdulillah cak, kemarin saya baru selesai lamaran dan langsung menentukan tanggal pernikahan kami” ungkap mas Zikrun sumringah.

“Alhamdulillah, semoga barokah ya mas, dan tidak ada halangan apapun sampai akad nanti” sambut kang Rahman

“amiin…suwun kang doanya, saking semangatnya saya kemarin, saya belajar menjadi imam yang baik dengan mengimami shalat calon istri saya lho kang” senyum Zikrun semangat.

“laah…ini semangat melebihi ilmu namanya, gak boleh lho mas shalat berduaan sama yang bukan mahram” timpal kang Rahman. 



“gimana bisa gak boleh? Wong sholat berjamaah itu sangat ditekankan kok dalam syariat, sampeyan ini kok bisa bilang dilarang itu dari mana?” ujar Zikrun

“shalat berjamaah memang masyru’ mas, di mazhab Syafi’i Fardlu kifayah hukumnya, bahkan dalam mazhab lain ada yang bilang itu menjadi syarat sah, tapi berduaan dengan yang bukan mahramnya itu yang dilarang” jawab Rahman.

“kalau menurut sampeyan gimana cak?” tanya Zikrun

“Kalau saya ga bisa keluarkan fatwa, wong bukan mufti kok, tapi saya ingat perkataan imam Syairazi yang mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh disebutkan dalam kitab muhadzabnya, lalu imam Nawawi dalam mengomentari perkataan imam syairazi terkait dimakruhkannya seorang lelaki mengimami perempuan yang bukan mahramnya, beliau berkata dalam al majmu syarah muhadzab:

Yang dimaksud makruh (dalam pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas) adalah makruh tahrim. Hal ini apabila si laki-laki tersebut berduaan dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau bukan mahramnya,”

Jadi menurut imam Nawawi dari Syafi’iyah berpendapat bahwa hukumnya makruh tahrim, ya barangkali berakibat dosa bila dilakukan.

Beda apabila shalatnya bersama 3 wanita yang bukan mahram atau lebih, itu diperbolehkan oleh jumhur ulama. Dan hal ini juga ditegaskan dalam literatur-literatur fiqih madzhab Hanbali lho”

“apa yang bedanya makruh biasa dengan makruh tahrim cak?” tanya Zikrun

Makruh itu ada dua, makruh tanzih dan makruh tahrim. Makruh tahrim adalah makruh yang derajatnya sudah memasuki keharaman, namun dalilnya berdasarkan berdasarkan dalil yang dzanni (prediktiv), sementara haram kan sumbernya dari dalil yang lugas dan eksplisit tanpa harus ditakwil.

Makruh tahrim berkonsekuensi sama dengan haram, yakni apabila dikerjakan akan berdosa. Nah, kalau makruh tanzih itu hanya sekedar perbuatan yang dibenci yang tidak sampai kepada haram dan tidak berdosa bila dikerjakan” jawab saya.

“waduh, yaudah deh cak…besok-besok kalau ke rumah tunangan saya mau ngajak calon mertua juga deh untuk berjamaah” jawab Zikrun

“kalo mertua sampeyan biasa ke masjid, ngapain ga ikut ke masjid aja” timpal kang Rahman

“iya juga sih” zikrun sambil garuk-garuk kepala Rahman.#

Kumpulan Cerpen Fiqih
Penulis : Firman Arifandi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama